Entri Populer

Jumat, 10 Februari 2012

IKHLAS

THE POWER OF IKHLAS
Ikhlas adalah meniatkan ibadah seorang muslim hanya karena Allah, dan mengharapkan keridloan-Nya. Ikhlas sulit untuk dilihat dan dinilai karena ikhlas adalah perbuatan hati, karena ikhlas memang salah satu dari rahasia Allah yang dititipkan kepada hati seorang hamba yang dicintaiNya.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, kekasih Allah yang paling mulia bersabda, “Berkaitan dengan ikhlas, aku bertanya kepada Jibril apakah ikhlas itu? Lalu Jibril berkata “Aku bertanya kepada Tuhan Yang Maha Suci tentang ikhlas, apakah ikhlas itu sebenarnya?” Allah Subhannallahu wa Ta’ala yang Maha Luas Pengetahuannya menjawab “Ikhlas adalah suatu rahasia dari rahasia-Ku yang Aku tempatkan di hati hamba-hambaKu yang Kucintai.” (HR. Al-Qazwini)
Dari hadits diatas nampaklah bahwa rahasia ikhlas itu diketahui oleh hamba-hamba Allah yang dicintaiNya. Untuk mengetahui rahasia ikhlas kita tidak lain harus menggali hikmah dari kaum arif, salafus shaalih dan para ulama’ kekasih Allah. Karena begitu pentingnya ikhlas, kitapun dituntut untuk ikhlas ketika menjalankan suatu amal ibadah, harus semata-mata karena Allah. Karena ketika suatu amal ibadah diiringi dengan penyakit hati semacam riya’ ujub,sum’ah (ingin dipuji orang, merasa dirinya lebih baik dari yang lain, ingin didengar orang) dll, maka amal kita tidak akan diterima oleh Allah Subhannallahu wa ta’ala.
Allah berfirman: “Dan kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan [1062], lalu kami jadikan amal itu(bagaikan) debu yang tak berterbangan”, Maka alangkah ruginya jika amal ibadah kita tidak bernilai dihadapan Allah Subhannallahu wa ta’ala karena kita tidak ikhlas menjalankannya. Ikhlas juga merupakan salah satu sebab datangnya pertolongan Allah Subhannallahu wa ta’ala sebagaimana sabda Rasulullah Shallallaahu ‘Alaihi wa Sallam “Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla menolong umat ini dengan orang-orang lemahnya, dengan doa-doa mereka, keikhlasan dan shalat mereka”. Maka tidak heran jika para kyai-kyai dahulu menganjurkan kepada para ustadz dan guru untuk ikhlas ketika mengajar dengan harapan agar para santri dan murid bisa diberi kemudahan dalam menyerap pelajaran. sebagaimana didawuhkan oleh Kyai Hasyim Asy’ari, Kyai Adlan Aly, Kyai Sobari, Kyai Syansuri, dll.
Proses belajarnya dan rumusan ini juga berlaku pada amal ibadah yang lain seperti me’amalah, do’a,dll. Sebagaimana apa yang dialami oleh Kyai Syansuri Badawi dengan penjaring ikannya. berikut adalah kisah yang dituturkan Kyai Syansuri kepada beberapa muridnya.
Ketika Kyai Syansuri sakit menjelang wafatnya pada tahun 1998, alumni Tebuireng wilayah Jakarta mengadakan rombongan untuk menjenguk beliau di Rumah Sakit Ngoro. Meskipun saat itu keadaan beliau sangat lemah, beliau masih bisa bertutur kata. Setelah menanyakan kondisi beliau lalu berbincang-bincang ringan, beliau bercerita tentang pengalaman beliau yang membuktikan betapa sesungguhnya ikhlas memang mempunyai keistimewaan dan pengaruh dengan hasil suatu amal perbuatan.
Beliau bercerita kepada para murid beliau di Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah dulu bahwa sewaktu beliau masih menjabat kepala sekolah Madrasah Aliyah Salafiyah Syafi’iyah, ketika pulang dari mengajar, beliau menjumpai ada seorang pedagang “bubuk(suatu alat yang digunakan untuk menangkap ikan) berdiri didepan rumahnya. tiba-tiba penjual itu menawarkan dagangannya kepada beliau “Kyai, tolong beli bubuk ini. sudah 3 hari saya menjualnya tapi tidak laku, tolong…. karena uang hasil jualan ini adalah jatah makan keluarga saya….”, karena kasihan akhirnya beliau membeli bubuk yang ditawarkan kepadanya.
Meskipun bubuk tersebut sudah menjadi miliknya, bubuk tersebut nganggur tidak dipakai. karena Kyai Syansuri bukanlah seorang nelayan dan beliau pun agaknya memang tidak punya waktu untuk memanfaatkan barang yang telah beliau beli bahkan beliau juga tidak sedang butuh dengan barang tersebut. karena dari awal memang beliau berniat ingin menolong sang penjual yang sudah 3 hari menjajahkan barang dagangannya tetapi tidak ada yang membelinya. akhirnya beliau hanya meletakkan bubuk tersebut diruang tamu.
Tak berapa lama kemudian datanglah seorang tamu, seorang petani tetangga beliau. Orang itu bertamu untuk bersilaturrahim. layaknya seorang tamu, maka ada saja isu menarik menjadi pembahasan antara sang tamu dan tuan rumah. Ditengah perbincangannya, sang tamu melihat bubut tersebut. Ah… buat apa Kyai Syansuri memiliki bubuk ini?  sang tamu bertanya dibenaknya, karena tamu tersebut tahu bahwa Kyai Syansuri sibuk dengan mengajar dan tidak sempat pergi berburu ikan. Maka sang tamu pun memberanikan diri untuk meminta bubuk tersebut. Kyai Syansuri pun dengan senang hati memberikan bubuk tersebut kepada tamunya yang memintanya karena memang beliau tidak membutuhkannya. Akhirnya sang tamu pulang dengan membawa bubuk pemberian kyai Syansuri ditangannya. Esok harinya sebelum berangkat ke sawah, petani tersebut meletakkan bubuknya disungai. Ketika waktu istirahat petani tersebut melihat hasil tangkapannya. Tak disangka, ternyata sang petani mendapatkan hasil tangkapan yang banyak sekali. hasil tangkapan tersebut kemudian dibawanya pulang.
Ketika hendak kembali ke saawah setelah istirahat, sang petani kembali meletakkan bubuknya di sungai lalu kembali bekerja disawah. Sore harinya, ketika pulang dari sawah sang petani kembali mengambil bubuknya, dan ternyata hasilnya juga banyak sekali. ikan-ikan hasil tangkapannya pun dibawa pulang dan sebagian dibagikan kepada tetangganya. Maka beberapa hari sejak petani memperoleh tangkapan ikan yang banyak, dia dan tetangganya tidak berbelanja ikan dipasar. Tak berapa lama, kabar tentang bubuk bertuah pemberian Kyai Syansuri itu tersebar, banyak orang yang ikut-ikutan berburu ikan tetapi hasilnya tidak sebanyak sang petani dengan bubuknya. Akhirnya, banyak orang yang ingin memilikinya. sayang, beberapa hari kemudian bubuk itu hilang, sang petani pun bingung mencarinya. sudah beberapa hari sang petani mencari, tetapi dia tidak menemukan bubuk bertuah pemberian Kyai Syansuri tersebut.
Maka sang petani mengadu kepada Kyai Syansuri bahwa bubuk yang beliau berikan tempo hari hilang. mendengar pengaduan dari sang petani , Kyai Syansuri hanya terdiam. karena ingin mendapatkan ikan sebagaimana biasanya, sang petani akhirnya kembali meminta bubuk kepada Kyai Syansuri. karena beliau tidak memiliki bubuk lagi, maka Kyai Syansuri memberikan uang kepadanya untuk membeli bubuk yang baru. Agaknya ini sedikit mengobati rasa kekecewaan sang petani. Setelah membeli bubuk baru, sang petani pun berburu ikan kembali. diletakkanlah bubuk barunya itu disungai, lalu ditinggak pergi ke sawah. ketika saat istirahat, sang petani melihat hasil tangkapannya dengan bubuk barunya. tak disangka sang petani hanya mendapatkan kepiting, dan tidak ada ikan yang masuk ke jarring bubuknya. begitu juga waktu sore harinya, sang petani hanya mendapatkan seekor ular. Esok harinya malah giliran kodok yang terjaring. sungguh hasil yang mengecewakan, jauh dari hasil tangkapannya ketika memakai bubuk yang pertama. Sang petani tidak habis piker, kenapa bisa hari-harinya dengan bubuk yang baru tidak dinaungi keberuntungan. Maka dengan rasa penasaran, sang petani pun menemui Kyai Syansuri menyakan perihal apa yang didapatnya dengan bubuk yang baru. Mendengar cerita dari sang petani, Kyai Syansuri hanya tertawa kecil lantas menerangkan kenapa hasilnya yang didapat antara kedua bubuk tidak sama.
“Dulu ketika saya memiliki bubuk pertama, saya ikhlas, saya membelinya dengan niatan hanya ingin menolong penjual bubuk yang sudah 3 hari jualannya tidak laku. Sedangkan ketika kamu membeli bubuk yang baru, kamu berniat ingin memburu ikan dan mendapat tangkapan yang banyak tanpa diiringi rasa ikhlas ingin menolong sang pembeli.”          
TANDA-TANDA IKHLAS SEORANG HAMBA
1.      tidak mencari popularitas dan tidak menonjolkan diri
2.      tidak rindu pujian dan tidak terkecoh pujian. pujian hanyalah sangkaan orang kepada kita, padahal kita sendiri yang tahu keadaan kita yang sebenarnya. pujian adalah ujian dari Allah Subhannallahu wa ta’ala , hamper tidak pernah ada pujian yang sama persis dengan kondisi dan keadaan diri kita yang sebenarnya.
3.      tidak silau dan cinta jabatan
4.      tidak diperbudak imbalan dan balas budi
5.      tidak mudah kecewa. seorang Hamba Allah yang ikhlas yakin benar bahwa yang diniatkan dengan baik lalu terjadi atau tidak yang dia niatkan semuanya pasti telah dilihat dan dinilai oleh Allah Subhannallahu wa ta’ala.
6.      tidak membedakan amal yang besar dan amal yang kecil.
7.      tidak fanatic golongan
8.      Ridha’ dan marahnya bukan karena perasaan pribadi
9.      Ringan, lahap dan nikmat dalam beramal
10.  tidak egois karena selalu mementingkan perasaan bersama
11.  tidak membeda-bedakan pergaulan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar